Kamis
Memahami dan meyakinkan masyarakat tiba-tiba menjadi penting bagi elite politik. Bagi tim kampanye calon presiden, masyarakat adalah sesuatu yang harus mereka pahami dan tangani sebaik-baiknya. Usaha ini lebih penting dari masa pemilihan anggota legislatif karena secara hukum satu suara bisa sah menentukan nasib setiap calon, tanpa intervensi partai atau apa pun. Masyarakat pun menyadari kekuatan ini dan sebagian menjadi bergairah atas haknya bermain di panggung publik. Berbeda dengan komunikasi politik yang dikembangkan elite terhadap masyarakat yang polanya mudah diduga, reaksi masyarakat terhadap permainan politik jauh lebih menarik. Momen politik pemilihan presiden merupakan dorongan yang kuat, tidak hanya bagi masyarakat untuk memberi tanggapan yang beragam, tetapi juga mendorong munculnya peran baru yang sebelumnya tidak ada. Peran baru ini bisa merupakan ganjalan yang tidak diduga bagi calon tertentu.
TANGGAPAN terhadap suatu momen politik selalu tergantung pada macam dan tingkat pengorganisasian yang ada. Ada banyak cara membuat kategori pengorganisasian masyarakat. Salah satunya adalah dengan melihat tingkat kontaknya dengan sistem politik formal. Setelah reformasi, jumlah organisasi masyarakat berlipat jumlahnya. Dengan bebas, organisasi ini menentukan orientasinya. Sejalan dengan bertambahnya partai politik yang berorientasi pada perebutan posisi di pemerintahan, semakin besar kontak yang dibuat organisasi masyarakat dengan "negara" melalui partai politik tersebut. Sering kali kontak semacam itu tidak ada hubungannya dengan arah kebijakan tertentu dan lebih merupakan perebutan sumber negara, tetaplah-dan memang karena itu-siapa yang menduduki posisi penting dirasa sangat penting. Saya menggarisbawahi kata "dirasa" karena apa yang sesungguhnya bisa diperoleh masih sangat tidak pasti, mengingat tingginya tingkat kompetensi di dalam kelompok sendiri. Kontak dengan partai politik menjadi semakin penting di tengah ketidakpastian sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat sekarang. Oganisasi inilah yang kemudian menjadi lahan bagi kampanye calon presiden (capres) dari partai-partai tertentu. Para tim kampanye tinggal memberikan arahan umum pada organisasi ini. Unjuk eksistensi di wilayah publik adalah tujuan pokok, baik di mata kelompok lain maupun menegaskan kedekatan hubungan dengan tokoh tertentu. Momen politik seperti sekarang memperkuat kecenderungan model patronase dalam penyelenggaraan kehidupan publik.Model lain yang mirip dan muncul dalam momen politik saat ini adalah pembentukan forum dukungan terhadap calon tertentu atas inisiatif kelompok masyarakat, seperti di kalangan pelaku bisnis, profesi, dan pelaku di sektor informal. Meskipun mungkin saja ditemui orang Partai di dalamnya, elemen kepartaian di sini lebih lemah. kelompok masyarakat lebih banyak terdorong oleh antusiasmenya kepada calon tertentu dan peristiwa politik yang dirasa istimewa ini. Dalam kelompok semacam ini, suasana lebih banyak elemen paguyubannya. Momen politik pemilihan presiden dapat berfungsi memperkuat hubungan sosial di antara anggota. Kelompok semacam ini biasanya tidak membuat klaim atas dana publik. Bahkan, mereka ada dengan cara menggunakan sumber yang dimiliki sendiri. Tetapi, momen politik pemilihan presiden juga dijadikan alat penguatan posisi dalam situasi persaingan internal organisasi. Beberapa organisasi telah digunakan oleh individu di dalamnya untuk mengecam dan mengecilkan individu atau kelompok lain melalui pernyataan dukungan atau sebaliknya kepada capres/wapres. Atau, sekadar menonjolkan diri sendiri.Padahal, jika dilihat secara saksama, sesungguhnya tidak ada penyambungan ideologis maupun program antara organisasinya dengan pasangan calon presiden. Dengan menggunakan panggung pemilihan presiden, mereka menciptakan panggung lain. Lakon, tujuan, dan penontonnya sama sekali berbeda.Dari keseluruhan bentuk reaksi masyarakat terhadap momen politik ini, fenomena yang menonjol adalah suatu bentuk masyarakat yang longgar, tanpa visi dan kesetiaan yang pasti, apalagi komitmen sosial. Banyak yang bermuara pada perebutan posisi, status, dan materi. Inilah wajah utama organisasi sosial yang ada di Indonesia. Seperti panggung, kesulitan merumuskan program, apalagi metode yang jelas. Orang datang dan pergi dengan kepentingan mendapatkan sesuatu.Banyak organisasi sosial yang bermunculan saat ini bukan karena didorong memenuhi fungsi sosial tertentu. Mereka ada karena bisa ada, tanpa keharusan menjadi bertanggung jawab. Cermin dari negara yang institusinya kedodoran. Masih lumayan jika tidak merugikan, seperti kelompok paguyuban di atas, karena bisa berfungsi meningkatkan kedekatan hubungan sosial (meskipun belum meningkatkan kompetensi).
DALAM momen politik istimewa ini kita juga dapat melihat munculnya fungsi baru yang dijalankan kelompok tertentu, baik individual maupun lembaga. Pada masa ini kita sering mendengar mantapnya golongan bawah, khususnya diperkotaan, dalam menyebutkan pilihan kepada satu capres.Gejala ini tidak kita temukan pada masa kampanye pemilihan legislatif. Bagi golongan bawah, masalah partai adalah sesuatu yang terlalu rumit untuk dibicarakan. Sebaliknya, sekarang tiba-tiba muncul kelompok yang menjadi "mediator" perpolitikan nasional.Para "mediator" ini juga berasal dari golongan bawah yang tinggal dekat, tetapi lebih terdidik dan mempunyai kontak dengan masyarakat sadar politik, misalnya sopir taksi dan pegawai rendah. Jangan lupa, sekarang ini banyak lulusan perguruan tinggi yang menduduki pekerjaan "golongan bawah". Merekalah yang "menerjemahkan" pembicaraan yang ada dalam masyarakat politik atau pembahasan yang ada di media massa.Pentingnya penggambaran media massa dalam preferensi calon juga dapat dilihat pada pemilih pemula. Suatu penelitian yang dilakukan Andi Rahman dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia menunjukkan preferensi kepada seorang calon.Presentasinya kepada calon tersebut jauh lebih tinggi daripada hasil jajak pendapat yang dilakukan media massa. Ini menunjukkan bahwa pemilih pemula mempunyai preferensi yang independen dari orangtua mereka. Pertimbangan mereka dibuat berdasarkan informasi yang diperoleh di media massa. Jika pun ada yang tidak membaca koran, kelompok perkawanan merupakan arena pertukaran informasi yang penting. Kegairahan sebagai pemain baru di arena politik tampaknya mendorong arena perkawanan menjadi arena diskusi "masalah politik".Bagaimanakah hasil dari dinamika ini setelah pemilihan berlalu? Kecuali terjadi perbaikan dalam kepemimpinan bangsa, tidak ada perubahan substansi pada kehidupan organisasi masyarakat. Pemilihan presiden juga kemungkinan tak menghasilkan konflik yang lebih dalam. Jika pun ada ketegangan, itu merupakan kelanjutan dari situasi mengambang tadi yang terus mendalam.Bagi sebagian besar kelompok, bukan hasil pemilihan yang paling penting. Bahkan, bagi kelompok yang calon favoritnya menang, belum tentu ada keuntungan yang jelas. Lebih riil adalah tantangan lokal mereka. Bentuk reaksi yang muncul bisa menghasilkan masyarakat yang jauh dari produktivitas.
TANGGAPAN terhadap suatu momen politik selalu tergantung pada macam dan tingkat pengorganisasian yang ada. Ada banyak cara membuat kategori pengorganisasian masyarakat. Salah satunya adalah dengan melihat tingkat kontaknya dengan sistem politik formal. Setelah reformasi, jumlah organisasi masyarakat berlipat jumlahnya. Dengan bebas, organisasi ini menentukan orientasinya. Sejalan dengan bertambahnya partai politik yang berorientasi pada perebutan posisi di pemerintahan, semakin besar kontak yang dibuat organisasi masyarakat dengan "negara" melalui partai politik tersebut. Sering kali kontak semacam itu tidak ada hubungannya dengan arah kebijakan tertentu dan lebih merupakan perebutan sumber negara, tetaplah-dan memang karena itu-siapa yang menduduki posisi penting dirasa sangat penting. Saya menggarisbawahi kata "dirasa" karena apa yang sesungguhnya bisa diperoleh masih sangat tidak pasti, mengingat tingginya tingkat kompetensi di dalam kelompok sendiri. Kontak dengan partai politik menjadi semakin penting di tengah ketidakpastian sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat sekarang. Oganisasi inilah yang kemudian menjadi lahan bagi kampanye calon presiden (capres) dari partai-partai tertentu. Para tim kampanye tinggal memberikan arahan umum pada organisasi ini. Unjuk eksistensi di wilayah publik adalah tujuan pokok, baik di mata kelompok lain maupun menegaskan kedekatan hubungan dengan tokoh tertentu. Momen politik seperti sekarang memperkuat kecenderungan model patronase dalam penyelenggaraan kehidupan publik.Model lain yang mirip dan muncul dalam momen politik saat ini adalah pembentukan forum dukungan terhadap calon tertentu atas inisiatif kelompok masyarakat, seperti di kalangan pelaku bisnis, profesi, dan pelaku di sektor informal. Meskipun mungkin saja ditemui orang Partai di dalamnya, elemen kepartaian di sini lebih lemah. kelompok masyarakat lebih banyak terdorong oleh antusiasmenya kepada calon tertentu dan peristiwa politik yang dirasa istimewa ini. Dalam kelompok semacam ini, suasana lebih banyak elemen paguyubannya. Momen politik pemilihan presiden dapat berfungsi memperkuat hubungan sosial di antara anggota. Kelompok semacam ini biasanya tidak membuat klaim atas dana publik. Bahkan, mereka ada dengan cara menggunakan sumber yang dimiliki sendiri. Tetapi, momen politik pemilihan presiden juga dijadikan alat penguatan posisi dalam situasi persaingan internal organisasi. Beberapa organisasi telah digunakan oleh individu di dalamnya untuk mengecam dan mengecilkan individu atau kelompok lain melalui pernyataan dukungan atau sebaliknya kepada capres/wapres. Atau, sekadar menonjolkan diri sendiri.Padahal, jika dilihat secara saksama, sesungguhnya tidak ada penyambungan ideologis maupun program antara organisasinya dengan pasangan calon presiden. Dengan menggunakan panggung pemilihan presiden, mereka menciptakan panggung lain. Lakon, tujuan, dan penontonnya sama sekali berbeda.Dari keseluruhan bentuk reaksi masyarakat terhadap momen politik ini, fenomena yang menonjol adalah suatu bentuk masyarakat yang longgar, tanpa visi dan kesetiaan yang pasti, apalagi komitmen sosial. Banyak yang bermuara pada perebutan posisi, status, dan materi. Inilah wajah utama organisasi sosial yang ada di Indonesia. Seperti panggung, kesulitan merumuskan program, apalagi metode yang jelas. Orang datang dan pergi dengan kepentingan mendapatkan sesuatu.Banyak organisasi sosial yang bermunculan saat ini bukan karena didorong memenuhi fungsi sosial tertentu. Mereka ada karena bisa ada, tanpa keharusan menjadi bertanggung jawab. Cermin dari negara yang institusinya kedodoran. Masih lumayan jika tidak merugikan, seperti kelompok paguyuban di atas, karena bisa berfungsi meningkatkan kedekatan hubungan sosial (meskipun belum meningkatkan kompetensi).
DALAM momen politik istimewa ini kita juga dapat melihat munculnya fungsi baru yang dijalankan kelompok tertentu, baik individual maupun lembaga. Pada masa ini kita sering mendengar mantapnya golongan bawah, khususnya diperkotaan, dalam menyebutkan pilihan kepada satu capres.Gejala ini tidak kita temukan pada masa kampanye pemilihan legislatif. Bagi golongan bawah, masalah partai adalah sesuatu yang terlalu rumit untuk dibicarakan. Sebaliknya, sekarang tiba-tiba muncul kelompok yang menjadi "mediator" perpolitikan nasional.Para "mediator" ini juga berasal dari golongan bawah yang tinggal dekat, tetapi lebih terdidik dan mempunyai kontak dengan masyarakat sadar politik, misalnya sopir taksi dan pegawai rendah. Jangan lupa, sekarang ini banyak lulusan perguruan tinggi yang menduduki pekerjaan "golongan bawah". Merekalah yang "menerjemahkan" pembicaraan yang ada dalam masyarakat politik atau pembahasan yang ada di media massa.Pentingnya penggambaran media massa dalam preferensi calon juga dapat dilihat pada pemilih pemula. Suatu penelitian yang dilakukan Andi Rahman dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia menunjukkan preferensi kepada seorang calon.Presentasinya kepada calon tersebut jauh lebih tinggi daripada hasil jajak pendapat yang dilakukan media massa. Ini menunjukkan bahwa pemilih pemula mempunyai preferensi yang independen dari orangtua mereka. Pertimbangan mereka dibuat berdasarkan informasi yang diperoleh di media massa. Jika pun ada yang tidak membaca koran, kelompok perkawanan merupakan arena pertukaran informasi yang penting. Kegairahan sebagai pemain baru di arena politik tampaknya mendorong arena perkawanan menjadi arena diskusi "masalah politik".Bagaimanakah hasil dari dinamika ini setelah pemilihan berlalu? Kecuali terjadi perbaikan dalam kepemimpinan bangsa, tidak ada perubahan substansi pada kehidupan organisasi masyarakat. Pemilihan presiden juga kemungkinan tak menghasilkan konflik yang lebih dalam. Jika pun ada ketegangan, itu merupakan kelanjutan dari situasi mengambang tadi yang terus mendalam.Bagi sebagian besar kelompok, bukan hasil pemilihan yang paling penting. Bahkan, bagi kelompok yang calon favoritnya menang, belum tentu ada keuntungan yang jelas. Lebih riil adalah tantangan lokal mereka. Bentuk reaksi yang muncul bisa menghasilkan masyarakat yang jauh dari produktivitas.
0 Comments:
Post a Comment