Psikologi Komunikasi Resumes

Jumat

BAB I
APAKAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI ITU


Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.

Dalam sejarah perkembangannya komunikasi memang dibesaran oleh para peneliti psikologi. Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Komunikasi bukan subdisiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi.
Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisikan komunikasi sebagai ”the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience). Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal.”

Kamus psikologi, menyebutkan enam pengertian komunikasi.
Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan oleh organisme.
Pesan yang disampaikan
(Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan satu sistem yang lain melalui pengaturan sinyal-sinyal yang disampaikan.
(K.Lewin) Pengaruh suatu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan peribahan yang berkaitan pada wilayah lain.
Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam memengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?

Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu : bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis.
Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.”

Psikologi uga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi tertama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.

Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli), prediksi respon (prediction of response),dan peneguhan respon (reinforcement of responses). Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang.

George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi.

Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Penggunaan Psikologi Komunikasi

Tanda-tanda komunikasi efektif menimbulkan lima hal :
1. Pengertian : Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh komunikator
2. Kesenangan : Komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan.
3. Mempengaruhi sikap : Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan menimbulkan efek pada komunikate. Persuasi didefiniksikan sebagai ”proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
4. Hubungan sosial yang baik : manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow menyebutnya dengan ”kebutuhan akan cinta” atau ”belongingness”. William Schutz merinci kebuthan dalam tiga hal : kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengar orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), cinta serta rasa kasih sayang (affection).
5. Tindakan : Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbukan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tidakan, kita harus berhasil lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan menguhan sikap, atau menumbukan hubungan yang baik.

BAB II
KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN


Banyak teori dalam komunikasi yang dilatar belakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Teori-teori persuasi sudah lama menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Teori ”jarum hipodermik” (yang menyatakan media masa sangat berpengaruh) dilandasi konsepsi behaviorisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakan semaunya oleh lingkungan (Homo Mechanicus). Teori pengolahan informasi jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi intrapersonal banyak dipengaruhi konsepsi psikologi humanistik yang mengambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Ludens).

Konsepsi Manusia dalam psikoanalisis
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisah (Asch, 1959\; 17). Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego dan Superego.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia—pusat instink (hawa nafsu—dalam kamus agama). Ada dua instink dominan: (1) Libido—instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; (2) Thanatosos—instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga semua yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri (narcism).

Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi keinginannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.

Subsistem yang kedua—ego—berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).

Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal.Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.

Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego); atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).

Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia—kecuali instink—adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi sosial bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagaimakhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens).

Kaum rasionalis memertanyakan apakah betul bahwa penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat.
Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.

Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog Gestalt, seperti juga kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang Jerman: Meinong, Ehrenfels, Kohler, Wertheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan resp, ns kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna.
Mula-mula psikologi Gestalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Di antara mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch, dan Fritz Heider
Heider dan Festinger membawa psikolagi kognitif ke dalam psikologi sosial. Secara singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh psikologi kognitif ini dalam psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan perkembangan konsepsi manusia dalam mazhab ini.

Kenyataan menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasional dugaan di atas. Seringkali malah penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi. Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan keputusan. Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya “cognitive heuristics” (dalil-dalil kognitif). Ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive heuristics” bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya). Dari sini rnuncullah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif (The Person as Cognitive Miser).
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekadar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya. Sampai di sini, psikologi kognitif harus memberikan tempat dan waktu buat “penceramah” berikutnya: psikologi humanistik.

Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud seridiri, “we see a man as a savage, beast” (1930:86). Keduanya tadak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik. “Humanistic psychology’is not just the study of ‘human being- it is a commitment to human becoming, “tulis Floyd W. Matson (1973:19) yang agak sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis NeoFreudian (sebenarnya Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap , orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik.

Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):
1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di marxa dia — sang Aku, Ku, atau diriku (the I, me, or myself) – menjadi, pusat: Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi rnanusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal (phenomenal field). Medan keseluruhan pengalarnan subjektif seorang manusia, yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang “bukan aku”.
2. Manusia berperilaku untuk~mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
3. individu bereaksi pada situasi sesuai dengdn persepsi ren¢ang dirinya dan dazrYianya — ia bereaksi pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri — berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kor.disi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta rnemilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.


FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).. Ini menunjukkan dua pendekatan dalam pslkologi , sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dari dalam diri individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (faktor environmental).
Manakah di antara dua pendapat ini yang benar – dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspekt{f yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.

Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem, kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.

Faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lainnya. Ia lapar kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).
Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap perilaku manunusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki pengaruh rasa lapar, Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis. Mereka menjadi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi. Pada akhir minggu ke-25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi. Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita cantik. Kekurangan – tidur juga telah dibuktikan rneningkatkan sifat mudahtersinggung clan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan.akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Walaupun demikian, Manusia bukan sekadar makhluk biologis. Kalau sekadar makhluk bialogis, ia tidak berbeda dengan binatang yang lain. Kura-kura Galapagos yang hidup sejak sekian ribu tahun yang lalu bertingkah laku yang sama sekarang ini. Tetapi, perilaku orang Jawa di zaman Diponegoro.sudah jauh berbeda dengan perilaku mereka di zaman Suharto. Menurut Marvin Harris, antropolog terkenal dari University of Florida, agak sukar kita menjelaskan perubahan kultural ini pada sebab-sebab biologis (Rensberger, Dialogue, 1/1984:38). Ini hanya dapat dijelaskan dengan melihat komponen-komponen lain dari manusia; yakni faktorfaktor sosiopsikologis.

Faktor faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh bcberapa karakteristik yang mcmpengarahi perilakunya: Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga kamponen komponen afektif, komponen kognitif, dan kornpwren konatif. Komponen yang pertama> yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan -dengan apa yang diketahui manusia. Komporten konatif adalah aspek volisional, ymg berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.

Motif Sosiogenesis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekufider sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.
W . I. Thomas dan Florian Znaniecki:
1. Keinginan memperoleh pengalaman baru;
2. Keinginari untuk mendapat respons;
3. Keinginan akan pengakuati;
4. Keinginan akan rasa aman:

David McCleiland:
1. Kebutuhan berprestasi(need for achieveinent);
2. Kebutuhan akan kasih sayaag (need for afflliation);
3. Kebutuhan berkuasa (need for power);

Abraham Maslow:
1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
3. Kebutuhan akan Fengbortik(esteent needs)
4. Kebutuhan untuk pemenuban diri (Self –actualization)

Melvin H. Marx:
1. Kebutuhan organismis
- motif ingin tahu
- motif kompetensi
- motif prestasi

2. Motif-motif social
- motif kasih sayang
- motif kekuasaan
- motif kebebasan

Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat disebutkan sebagai berikut,

1. Motif ingin tahu.
Mengerti, menata dan menduga. Setiap orang berusaha mengerti (memahami) arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of freference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai.

2. Motif kompetensi.
Setiap orang ingin membuktikan bahwaia mampu mengatasi persoalan apapun. Perasaan mampu amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.

3. Motif cinta
Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela.

4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari indentitas.
Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.

5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.
Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini ialah motifmotif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak. Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan.

6)Kebutuhan akan pemenuhan diri.
Kita bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita; ingin memenuhi potensi-potensi kita. Dengan ucapan Maslow sendiri. “What a man can be, he must be.” Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui berbagai bentuk: (1) mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita’ dengan cara yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, sains, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif; (2) memperkaya kualitas. kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan jalan darmawisata; (3) membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita; (4) berusaha “memanusia”, menjadi persona yang kita dambakan (Coleman, 1976:105).

Daftar motif secara terperinci akan disajikan pada bab 6 ketika kita membicarakan imbauan motif.

Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489): Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “Sikap saya positif,” kita harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?”

Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekadar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharap–kan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif dan Sherif, 1956:489). Bila sikap saya positif terhadap ilmu, saya akan setuju pada proyek-proyek pengembangan ilmu, berharap agar orang menghargai ilmu, dan menghindari orang-orang yang meremehkan ilmu.
Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang merigalami perubahan.
Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga Bern memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes and dislikes.” (1970:14)

Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. Beberapa orang sarjana menganggap sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan behavioral.

Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejalagejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai mencemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna vemoohan itu (kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan aapas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).


BAB III
SISTEM KOMUNIKASI INTARPERSONAL


3.1 SENSASI
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra, “Benyamin B. Wolman”. Sensasi juga merupakan fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat indralah manusia memperoleh pengatahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksidengan dunianya. Tanpa alat indra manusia sama, bahkan mungkin lebih dari rumput-rumputan, karena rumput dapat juga mengindra cahaya dan humiditas, “Lefrancois”. Kita dapat mengelompokkannya pada tiga macam indra penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diindra oleh eksteroseptor. Informasi dari dalam diindra oleh interoseptor. Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diindra oleh proprioseptor. Apa saja yang menyentuh alat indra – dari dalam dan dari luar – disebut stimuli. Saat ini Anda sedang membaca tulisan ini (stimuli eksternal), padahal pikiran Anda sedang diganggu oleh perjanjian utang yang habis waktu hari ini (stimuli internal)anda serentak menerima dua macam stimuli. Alat penerima Anda segera mengubah stimuli ini menjadi energi syaraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima pada alat indra Anda, stimuli harus cukup kuat. Batas minimal intensitas stimuli disebut ambang mutlak. Ketajaman sensasi juga ditentukan oleh faktor-faktor personal. Perbedaan dapat disebabakan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya, di samping kapasitas alat indra yang berbeda.



3.2 PERSEPSI
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi. Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976:129). Persepsi seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krech dan S. Crtuchfield menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor lainnya yang sangat mempengaruhi persepsi:

a. Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah, menurut Kenneth E. Andersen. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain.

Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain:
• Gerakan. Seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
• Intensitas Stimuli. Kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain.
• Kebaruan (Novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian.
• Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian.

Faktor Internal Penaruh Perhatian
Contoh faktor yang mempengaruhi perhatian kita: Faktor- faktor Biologis. Dalam keadaan lapar semua pusat perhatiannya adalah makanan.
Faktor-faktor Sosiopsikologis. Motif sosiogenesis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita perhatikan.

Kenneth E. Anderson menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.
- Perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
- Kita cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri kita.
- Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita.
- Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian.
- Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terapan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan.
- Konsentrasi yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
- Perhatian tergantung pada kesiapan mental kita.
- Tenaga-tenaga motivasional sanngat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
- Intensitas perhatian tidak konstan.
- Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
- Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan.
- Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli sacara serentak.
- Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan memeperhatikan perhatian.

b. Faktor-Faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karekteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Menurut McDavid dan Harari, para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan ini amat berguna untuk menganalisis interpretasi perseptual dari peristiwa yang dialami.

c. Faktor-Faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Krech dan Crutchfield merumuskan dalilnya lagi yang kedua, yaitu Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi. Dalil ketiga dari Krech dan Crutchfield adalah Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras. Karena manusia selalu memandang stimuli dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka ia pun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuli yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok. Dalil keempat dari Krech dan Crutchfield adalah Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Pada persepsi sosial, pengelompokkan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Pengelompokkan kultural erat kaitannya dengan label; dan yang kita beri label yang sama cenderung dipersepsi sama. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dari stuktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat.

3.3 MEMORI
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap saat stimuli mengenai indra kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak sadar.

Memori melewati tiga proses:Perekaman. Perekaman adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkit saraf internal.

Penyimpanan. Penimpanan adalah menentukan berapa lam informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif.
Pemanggilan. Pemanggilan adalah menggunakan informasi yang tersimpan.

Jenis-jenis memori:
- Pengingatan (Recall) adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara kata demi kata, tanpa petunjuk yang jelas.
- Pengenalan (Recognition) adalah agar sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta; lebih mudah mengenalnya kembali.
- Belajar Lagi (Learning) adalah menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
- Redintegrasi (Redintegration) adalah merekonstruksi seluruh masa lalu dari sat petunjuk memori kecil.

Mekanisme memori
Ada tiga teori yang menjelaskan memori:

1. Teori Aus (Disuse Theory).
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Sperti otot memori kita akan kuat, bila diatih terus-menerus.

2. Teori Interferensi (Interference Theory).
Menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Interferensi adalah menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Terjadinya pengurangan memori disebut inhibisi retroaktif (hambatan ke belakang). Lebih sering mengingat, lebih jelek daya ingat kita, ini disebut inhibisi proaktif ( hambatan ke depan). Masih ada satu hambatan lagi – walaupun tidak tepat masuk teori interfernsi. Ini disebut hambatan motivasional. Amnesia adalah lupa sebagian atau seluruh memori bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi; karena kerusakan otak atau neurosis.

3. Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory).
Teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage, kemuadian masuk short-term memory (STM); lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM). Sensory storage lebih merupakan perseptual dari pada memoeri. Ada dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk materi yang masuk secara auditif.

Untuk mengingatkan kemampuan short-term memory kelompoknya disebut chunk. Bila informasi ini berhasil dipertahankan pada STM, ia akan masuk LTM. Inilah yang umumnya kita kenal sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit sampai seumur hidup. Seperti disebut di atas, kita dapat memasukkan informasi dari STM ke LTM dengan chunking, rehearsals (mengaktifkan STM untuk waktu yang lama dengan mengulang-ngulangnya), clustering (mengelompokkan dalam konsep-konsep), method of loci (memvisualisasikan dalam benak kita materi yang harus kita ingat).

3.4 BERPIKIR
Apakah Berpikir Itu?
Menurut Floyd L. Ruch, berpikir adalah manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehinga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Jelas berpikir melibatkan penggunaan lambang, visual, atau grafis. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang baru.

Bagaimana Orang Berpikir?
Secara garis besar ada dua macam berpikir, yang pertama berpikir autisik yaitu melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantasis, seperti melamun, fantasi, menghayal, wishful thingking. Yang kedua berpikir realistik ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Menurut Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik, yaitu deduktif, induktif, evaluatif. Berpikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum disebut silogisme. Berpikir induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan.

Menetapkan Keputusan
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Tanda-tanda umum mengambil keputusan: (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual; (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan. Faktor persoalan amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain: (1) kognisi artinya kulitas dan kuantitas yang dimiliki; (2) motif amat mempengaruhi pengambilan keputusan; (3) sikap juga faktor penentu lainnya.

Memecahkan Persoalan
Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap:
1. terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.

2. anda mencoba menggali memori Anda unuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa yang lalu.
3. pada tahap ini Anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah Anda ingat atau yang dapat Anda pikirkan. Semua Anda coba, ini disebut penyelesain mekanis
4. anda mulai menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah.
5. tiba-tiba terlintas dalam pikiran Anda suatu pemecahan. Kilasan pemecahan masalah ini disebut Aha Erlebnis atau insight solution.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemecahan Masalah, sama pentingnya dengan faktor-faktor sosiopsikologis, seperti (1) Motivasi, (2) Kepercayaan dan Sikap yang Salah, (3) Kebiasaan, (4) Emosi.

Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Tetapi kebaruan saja tidak cukup. Syarat kedua kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan konsep berpikir konvergen dan divergen. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan; divergen, dengan kreativitas. Berpikir divergen dapat juga diukur dengan fluency, flexibility, dan originality. George Lakoff dan Mark Johnson menjelaskan bagaimana pemikiran kreatif ini berhasil memperluas cakrawala pemiiran. Berpikir kreatif adalah berpikir analogis-metaforis.

Proses Berpikir Kreatif:
1. orientasi: masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasikan.
2. preparasi: pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah.
3. inkubasi: pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berjalan terus dalam jiwa bawah sadar kita.
4. iluminasi: masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis
5. verifikasi: tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.

Faktor-faktor yang Mempemgaruhi Berpikir Kreatif:
Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Ada beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif:
1. kemampuan kognitif: termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif.
2. sikap yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal; ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3. sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak suka ‘digiring’; ingin menyampaikan dirinya semau dan semampunya; ia tidak terikat pada konvensi-konvensi sosial.

Selain faktor-faktor lingkungan psikososial, nenerapa peneliti menunjukkan juga adanya faktor-faktor situasional lainnya. Maltzman (1960) menunjukkan faktor peneguhan dari lingkungan; Dutton (1970) menyebut, antara lain, tersedianya hal-hal istimewa bagi manusia kreatif; dan Silvano Arieti menekankan faktor isolasi dalam menumbuhkan kreativitas.

DEMOKRASI SUBSTANSI

Sabtu



Substansi-substansi demokrasi dalam konteks pembicaraan kita tentang pembicaraan demokrasi subtantif, kalau saya telusuri semua teks book, baik teks book filosofi demokrasi atau teori-teori demokrasi, sesungguhnya ada tiga kata kunci yang selalu diperdebatkan, kata kunci yang pertama adalah leadership, kebebasan, kebebasan itu kemudian didorong menjadi hak-hak, menjadi kewajiban-kewajiban itu kata kunci pertama yang diperdebatkan dalam dua ranah teori dan filosofi. Kata kunci kedua adalah equality, kesetaraan jadi sejauh mana demokrasi itu membela, menghormati, menghidupkan prinsip-prinsip kesetaraan dan saya di negeri kita Indonesia yang paling problematik adalah itu. Kata kunci ketiga adalah lisensi bagaimana suatu tatanan, suatu prosedur diselenggarakan menurut hati rakyat tetapi bisa memelihara leadership, equality, bisa menghidupkan kebebasan dan bisa merawat kesetaraan.

Apakah kita sepakat ketiga subtansi itu memang disitu, memang menyangkut kebebasan, menyangkut kesetaraan, dan juga menyangkut penyelenggaraan ataukah pengalaman-pengalaman Indonesia memberitahu kita ada subtansi lain atau kedua seperti apa itu kita belum tahu. Kemarin saya membaca teori-teori demokrasi untuk kegiatan kita ini dan saya menyodorkan tiga perspektif yang dua pemikir kanan dan satu pemikir kiri. Dan kita lihat pandangan-pandangannya tentang demokrasi.

Pemikir pertama adalah john locke, dia melihat demokrasi itu harus dipandu oleh dua trity, dua bangunan moral, bangunan moral pertama ialah demokrasi harus memperlakukan hak-hak setara untuk setiap orang. Jadi setiap orang mendapatkan hak-haknya dan diselenggarakan secara setara itu subtansi dari demokrasi. Alasan filosofi john lock adalah manusia itu selalu punya kemampuan untuk rasional untuk menjatuhkan pemilihan. Jadi pilihan-pilihan politik dia, selalu ada rasa rasionalitas, jadi John locke percaya pada rakyat, mereka percaya pada individu, itu trity pertama.

Trity kedua adalah prisip-prinsip mayoritas yang sedang berkuasa. Dan saya kira kita tahu John locke ini adalah penganut liberalisme, jadi dia adalah seorang pemikir, seorang filsuf yang berkonsentrasi pada demokrasi liberalis. John locke bilang ada dua prinsip yang membahayakan dalam demokrasi. Pertama yang membahayakan adalah pemerintahan yang tyramid, prinsip yang kedua adalah demokrasi juga tidak bisa sepenuhnya diserahakan kepada opini publik. Opini publik adalah berbahaya bagi demokrasi, itu menurut John locke. Tapi kita kan tidak, di Indonesia kita serahkan semua kepada opini publik, demokrasi yang kita bangun diserahkan kepada perdebatan-perdebatan di radio, di televisi atau para pakar dan sebagainya. Justru pemikir ini menilai justru itulah bahayanya. Dan kalau anda ingin berhasil anda menggunakan opini publik.

Kenapa John locke bilang begitu karena dia bilang pemerintahan yang tiramid adalah pemerintahan yang opini publik yang buat itu mengancam kebebebasan karena kebebasan itu ada pada self, ada pada kedirian orang bukan pada masyarakat bukan pada society, oleh karena itu peghormatan kepada liberal kebebasan harus dimulai dari orang, bukan dimulai dari society. Itu pendapat John locke.

Pemikir kedua adalah Resyu salah satau pemikir kanan, demokrasi liberal dia bilang adalah demokrasi yang salah, demokrasi pluralis, demokrasi yang kalah. Ayo kita hidupkan Robert mirsyu dan Robert mella, demokrasi komunitariat. Dia bilang ada empat prinsip demokrasi subtansial komunitariat, demokrasi yang pertama adalah demokrasi yang harus memuliakan individu, jangan menindas individu, karena menindas individu sama artinya menindas demokrasi menurut azas-azas komunitariat. Yang kedua demokrasi komunitariat untuk memerlukan rasa solidaritas. Dan solidaritas itu dibangun berdasar atas hasil-hasil relasi-relasi individu yang sehat. Jadi individu yang dihormati, individu yang disakralkan, pasti bisa membangun hunbungan-hungan sosial sesamanya dan membangun solidaritas. Prinsip ketiga dari demokrasi komunitarian adalah asosiasi yang menghubungkan komplementer, dia perlu organisasi-organisasi pelengkap, apa itu?? Yaitu sebuah usaha sebuah komitmen sebuah usaha merawat kelompok-kelompok sosial, misalnya kelompok-kelompok sosial, kelompok agama, kelompok usaha, kelompok kepentingan, dan sebagainya, itu yang dimaksud dengan Rosyu, juga oleh Reter della juga sebagai asosiasi komplementer dalam, dan kalau itu tidak ada maka itu tanda-tanda kalau tidak ada demokrasi. Prinsip yang keempat adalah apa yang disebut dengan partisipasi tetapi menurut rassio partisipasi adalah hak dan kewajiban. Kalau selama ini kita kelola partisipasi itu sebagai hak. Setahu saya kita memposisikannya sebagai hak. Jadi pendidikan kewarganegaraan kita itu bisanya ada hal didalamnya sedikit filosofi. Itu dua pemikir kanan.

Saya lagi ambil satu pemikir kiri adalah Alex says, dia mengatakan demokrasi itu tugasnya memberi otot pada zaman, jadi tugasnya itu memberikan otot. Dan zaman itu menjadi loyo, lemah, kerempeng, kerdil kalau tidak ada demokrasi tapi dia bilang ada resikonya. Demokrasi itu sering ikut secara keterlaluan menyingkirkan dasar-dasar moralitas monarki. Jadi para raja-raja dulu kehilangan moralitas dan dibanting oleh demokrasi modern. Yang kedua pernyataan Alex say, demokrasi modern itu melemahkan agama-agama mau tidak mau itu akan memperlemah agama-agama. Dan yang ketiga demokrasi menurut Alex say demokrasi modern melemahkan atau menghancurkan tradisi-tradisi. Itu fakta-fakta yang dilihat oleh Alex Stewart Assayers. Oleh karena itu Alex say membangun satu konteks tentang demokrasi dia bilang begini. Demokrasi sebenarnya terletak pada konsept kesetaraan, jadi dia mengandalakan equity kesetaraan, dimana rakyat dapat mempertahankan klaim mereka dalam hirarki-hirarki budaya mereka.

Jadi betul ada demokrasi kita setara dan hanya sampai setara kita punya hak semua hirarki yang ada pada semua komunitas anda semua hirarki yang ada pada kebudayaan saya. Bukan sebaliknya bukan saling menghancurkan. Kalau kita merefleksikan Indonesia, kita bisa lihat pemekaraan daerah itu bukan untuk menguatkan, tetapi datang untuk menghancurkan. Jadi dia tidak memelihara hirarki-hirarki kebudayaan yang ada dari bawah tetapi justru menghancurkannya. Saya ambil contoh di toraja, kalau kita ambil di toraja, kalau kita semua lihat semua tokoh-tokoh mitosnya, hampir sema tokoh mitosnya dibagian utara itu adalah laki-laki dan disebelah selatan hampir semua tokoh-tokoh mitosnya adalah perempuan. Tokoh laki-laki dan perempuan dalam mitos-mitos itu berhubungan secara komplementer, tapi datanglah para politisi yang membikin pemekaran itu akhirnya terjadi perobekan kebudayaan, budaya menjadi robek. Karena dia robek maka hirarki-hirarkinya menjadi hancur. Itu yang dikritik habis oleh Alex say dalam penyelenggaraannya oleh demokrasi modern.

Yang terakhir, ibu bapak saya setuju dengan pendapat Paulo frerere, bahwa demokrasi bisa dibangun berdasarkan sintesa-sintesa kebudayaan, apa yang dimaksud dengan sintesa kebudayaan menurut Paulo frerere ialah mencari pengetahuan lewat budayanya sendiri. Bukan membiarkan kebudayaan lain masuk, karena itu dikatakan infasi kebudayaan. Saya ambil contoh, terma-terma good governance, terma-terma transparansi, serta pengalaman-pengalaman itu tidak apa-apa kalau kita belajar. Dan nantinya juga kita akan lupa kalau ada kata-kata yang seperti itu, ada hirarki-hirarki, ada semangat-semangat seperti itu. Pada akhirnya kita membiarkan terinfasi suatu kebudayaan lalu kita lupa kalau kita melakukan sintesa-sintesa kebudayaan

Understanding Hegemony

Selasa

“It was Gramsci who, in the late twenties and thirties, with the rise of fascism and the failure of the Western European working-class movements, began to consider why the working class was not necessarily revolutionary, why it could, in fact, yield to fascism.” (Gitlin, 1994: 516)

The concept of hegemony
The term comes from the term hegemony of Greece, hegeisthai ( "to lead?). The concept of hegemony is widely used by sociologists to explain the phenomenon of an attempt to retain power by the authorities. Authorities here have a broad sense, not just limited to the state authorities (government).
Hegemony can be defined as: the domination by one group against another group, with or without the threat of violence, so that the ideas dictated by the dominant group to dominated groups accepted as natural (common sense). See also the following definition:

Hegemony is the dominance of one group over other groups, with or without the threat of force, to the extent that, for instance, the dominant party can dictate the terms of trade to its advantage; more broadly, cultural perspectives become skewed to favor the dominant group. Hegemony controls the ways that ideas become “naturalized” in a process that informs notions of common sense (http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony)

“…Dominant groups in society, including fundamentally but not exclusively the ruling class, maintain their dominance by securing the ’spontaneous consent’ of subordinate groups, including the working class, through the negotiated construction of a political and ideological consensus which incorporates both dominant and dominated groups.” (Strinati, 1995: 165)

We can conclude that:
In hegemony, which dominates the group was able to persuade the dominated group to accept the moral values, politics, and culture of the dominant group (the ruling party, the ruling group). Hegemony accepted as something normal, so that the ideology of the dominant group may spread and practiced. Values and ideological hegemony is pursued and defended by the dominant parties so that the party remained dominated and obedient to the leadership of a ruling class.

Hegemony can be seen as a strategy to retain power
"... The practices of a capitalist class or its representatives to gain state power and maintain it later." (Simon, 1982: 23) If viewed as a strategy, the concept of hegemony is not exclusive to the ruling strategy. That is, any group can apply the concept of hegemony and become the ruler. For example hegemony, is the power of American dollars to the global economy. Most international transactions conducted with American dollars.

Formation Hegemony
Gramsci (1891-1937) was a famous figure in the analysis hegemony. Gramsci's analysis is an improvement to the concept of economic determinism and dialectical history of Karl Marx (see Marx's Das Capital).

In the history of Marx's dialectic, the capitalist system will produce the working class in large numbers and the economic recession. In the end, there will be a revolution of the workers (proletariat) who will give birth to a system of socialism. In other words, capitalism, socialism will bear. However, this does not happen.

Gramsci took the argument that the failure was caused by ideology, values, self-awareness, and organization of the workers drowned by the hegemony of the ruler (the bourgeoisie). This occurs through the hegemony of mass media, schools, even through a sermon or religious propaganda, which did indoctrination that caused a new awareness for the workers. Instead of revolution, the workers instead of thinking to improve the status of the middle class, able to follow the popular culture, and imitating the behavior or the bourgeois class lifestyle. This all is an illusion created by the rulers who dominated for the loss of ideology and identity as a free man.

In order for the workers to create hegemony, Gramsci provides 2 ways (Strinati, 1995), namely through the "war of position? (War position) and the" war of movement "(war movement). War is the position supported by the mass media propaganda, building strategic alliances with the line hurt, liberation education through schools that increase self-awareness and social. Characteristics:
• Long struggle
• Priority to the struggle within the system
• Struggle directed towards the cultural and ideological domination

War movement is done by direct attacks (frontal), certainly with the support of the masses. War movement after the war could be carried out position, may not.

Source :
Gitlin, Todd (1979), ‘Prime time ideology: the hegemonic process in television entertainment’, in Newcomb, Horace, ed. (1994), Television: the critical view – Fifth Edition, Oxford University Press, New York.
Simon, Roger (1991), Gramsci’s Political Thought: An introduction, Lawrence and Wishart, London.
Strinati, Dominic (1995), An Introduction to Theories of Popular Culture, Routledge, London.
http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony


Pengertian Hegemoni

“It was Gramsci who, in the late twenties and thirties, with the rise of fascism and the failure of the Western European working-class movements, began to consider why the working class was not necessarily revolutionary, why it could, in fact, yield to fascism.” (Gitlin, 1994: 516)

Konsep Hegemoni
Istilah hegemoni berasal dari istilah yunani, hegeisthai (“to lead?). Konsep hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).
Hegemoni bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Lihat juga definisi dibawah ini:

Hegemony is the dominance of one group over other groups, with or without the threat of force, to the extent that, for instance, the dominant party can dictate the terms of trade to its advantage; more broadly, cultural perspectives become skewed to favor the dominant group. Hegemony controls the ways that ideas become “naturalized” in a process that informs notions of common sense (http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony)

“…Dominant groups in society, including fundamentally but not exclusively the ruling class, maintain their dominance by securing the ’spontaneous consent’ of subordinate groups, including the working class, through the negotiated construction of a
political and ideological consensus which incorporates both dominant and dominated groups.” (Strinati, 1995: 165)

Dapat kita simpulkan bahwa:
Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party, kelompok yang berkuasa). Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan.
Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan
“…the practices of a capitalist class or its representatives to gain state power and maintain it later.” (Simon, 1982: 23)

Jika dilihat sebagai strategi, maka konsep hegemoni bukanlah strategi eksklusif milik penguasa. Maksudnya, kelompok manapun bisa menerapkan konsep hegemoni dan menjadi penguasa. Sebagai contoh hegemoni, adalah kekuasaan dolar amerika terhadap ekonomi global. Kebanyakan transaksi internasional dilakukan dengan dolar amerika.

Pembentukan Hegemoni
Gramsci (1891-1937) merupakan tokoh yang terkenal dengan analisa hegemoninya. Analisa Gramsci merupakan usaha perbaikan terhadap konsep determinisme ekonomi dan dialektika sejarah Karl Marx (lihat Das Capital Marx).
Dalam dialektika sejarah Marx, sistem kapitalisme akan menghasilkan kelas buruh dalam jumlah yang besar dan terjadi resesi ekonomi. Pada akhirnya, akan terjadi revolusi kaum buruh (proletar) yang akan melahirkan sistem sosialisme. Dengan kata lain, kapitalisme akan melahirkan sosialisme. Namun, hal ini tidak terjadi.

Gramsci mengeluarkan argumen bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh ideologi, nilai, kesadaran diri, dan organisasi kaum buruh tenggelam oleh hegemoni kaum penguasa (borjuis). Hegemoni ini terjadi melalui media massa, sekolah-sekolah, bahkan melalui khotbah atau dakwah kaum religius, yang melakukan indoktrinasi sehingga menimbulkan kesadaran baru bagi kaum buruh. Daripada melakukan revolusi, kaum buruh malah berpikir untuk meningkatkan statusnya ke kelas menengah, mampu mengikuti budaya populer, dan meniru perilaku atau gaya hidup kelas borjuis. Ini semua adalah ilusi yang diciptakan kaum penguasa agar kaum yang didominasi kehilangan ideologi serta jatidiri sebagai manusia merdeka.
Agar kaum buruh dapat menciptakan hegemoninya, Gramsci memberikan 2 cara (Strinati, 1995), yaitu melalui “war of position?(perang posisi) dan “war of movement?(perang pergerakan). Perang posisi dilakukan dengan cara memperoleh dukungan melalui propaganda media massa, membangun aliansi strategis dengan barisan sakit hati, pendidikan pembebasan melalui sekolah-sekolah yang meningkatkan kesadaran diri dan sosial. Karakteristiknya:
• Perjuangan panjang
• Mengutamakan perjuangan dalam sistem
• Perjuangan diarahkan kepada dominasi budaya dan ideologi
Perang pergerakan dilakukan dengan serangan langsung(frontal), tentunya dengan dukungan massa. Perang pergerakan bisa dilakukan setelah perang posisi dilakukan, bisa juga tidak.

Daftar Pustaka
Gitlin, Todd (1979), ‘Prime time ideology: the hegemonic process in television entertainment’, in Newcomb, Horace, ed. (1994), Television: the critical view – Fifth Edition, Oxford University Press, New York.
Simon, Roger (1991), Gramsci’s Political Thought: An introduction, Lawrence and Wishart, London.
Strinati, Dominic (1995), An Introduction to Theories of Popular Culture, Routledge, London.
http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony


Pengertian Komputer Menurut Para Ahlinya

Rabu

Jhon J. Longkutoy, berpendapat bahwa computer adalah pemecah persoalan atau pengolah data yang dapat menghasilkan informasi yang diperlukan

Robert h. Blissmer dlm buku computer annual komputer adalah suatu alat elektronik yg mampu melakukan beberapa tugas seperti menerima input, memproses input tadi sesuai dengan programnya, menyimpan perintah-perintah dan hasil pengolahan, serta menyediakan output dalam bentuk informasi.


Donald H. Sanders dlm buku Computer Today Komputer adalah sistem elektronik utk memanipulasi data yg cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya dan menghasilkan output dibawah pengawasan suatu langkah-langkah, instruksi2 program yg tersimpan di memori (stored program).


VC. Hamacher dkk, dlm buku Computer Organization Komputer adalah mesin penghitung eletronik yg cepat dapat menerima informasi input digital, memprosesnya sesuai dengan suatu program yg tersimpan di memorinya dan menghasilkan output informasi


William M. Fuori dlm buku Introduction to The Computer, The Tool of Business Komputer adalah suatu pemroses data (data processor) yg dapat melakukan perhitungan yg besar dan cepat termasuk perhitungan arithmatika yg besar atau operasi logika, tanpa campur tangan dari manusia yg mengoperasikan selama pemrosesan ( di ambil dari American National Standard Institute dan sudah didiskusikan serta disetujui dalam suatu pertemuan International Organization For Standardization Tehnical Committee )


Gordon B. Davis dlm buku Introduction to The Computer Komputer adalah tipe khusus alat penghitung yg mempunyai sifat tertentu yang pasti


Sanders, komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya, dan menghasilkan output berdasarkan instruksi-instruksi yang telah tersimpan di dalam memori. Dan masih banyak lagi ahli yang mencoba mendefinisikan secara berbeda tentang komputer. Namun, pada intinya dapat disimpulkan bahwa komputer adalah suatu peralatan elektronik yang dapat menerima input, mengolah input, memberikan informasi, menggunakan suatu program yang tersimpan di memori komputer, dapat menyimpan program dan hasil pengolahan, serta bekerja secara otomatis.

Blissmer, komputer adalah suatu alat elektonik yang mampu melakukan beberapa tugas sebagai berikut: menerima input, memproses input tadi sesuai dengan programnya, menyimpan perintah-perintah dan hasil dari pengolahan,dan menyediakan output dalam bentuk informasi.

Fuori berpendapat bahwa komputer adalah suatu pemroses data yang dapat melakukan perhitungan besar secara cepat, termasuk perhitungan aritmetika dan operasi logika, tanpa campur tangan dari manusia.

John G. Kemeni dan Thomas E. Kurtz Komputer adalah merupakan suatu rangkaian peralatan elektronik yang bekerja secara bersama-sama.

Upaya Mempraktikkan Partisipasi dalam Ruang Formal dan Non Formal;

Minggu

Oleh: Mayadina Rohma Musfiroh

Sebagai awalan perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan judul di atas adalah usaha-usaha warga dalam memperjuangkan hak-haknya yang dirampas Negara/kekuasaan dengan dua arena; formal (mekanisme partisipasi yang di atur negara) dan non formal (ruang-ruang partisipasi yang diciptakan warga). Penegasan ini sangat penting karena hingga kini pemerintah masih membedakan dirinya dengan warga dalam setiap kesempatan yang kami alami di Jepara. Dan pendekatan oposisi biner efektif mengasah kecerdasan warga mendedahkan problem social dan kenyataan eksploitasi yang terus menerus dimainkan Negara. Karena itu pada setiap ruang dimana terjadi pembicaraan mengenai kepentingan public, maka pemerintah mesti diposisikan sebagai lawan bicara.

Di Jepara kami mencoba memfasilitasi pengembangan partisipasi aktif warga (active citizen) sebagai bagian dari pengembangan demokrasi lokal dan eksperimentasi mengenai deepening democracy. Selain itu, mencoba memfasilitasi masyarakat untuk bisa ikut berpartisipasi dalam proses kebijakan publik, termasuk di dalamnya proses perencanaan dan penganggaran. Terkait dengan upaya tersebut maka peran yang dilakukan Forum Warga mencakup dua arena formal dan non formal.

Arena Formal

Suksesnya penyelenggaraan Mubes FW telah mendorong Bappeda memberikan apresiasi positif terhadap gagasan perencanaan partisipatif dan penganggaran sebagaimana dilakukan PC Lakpesdam, FW dan tim inti Mubes diberi kesempatan untuk memfasilitasi Musrenbangdes di 194 desa dan Musrenbangcam di 14 Kecamatan dan menjadi peserta dalam Musrenbangkab. Kegiatan ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas partisipasi karena bisa melibatkan masyarakat yang lebih luas dalam Musrenbang. Meskipun demikian tidak banyak yang diperoleh warga kecuali mengetahui mekanisme dan aturan main musyawarah versi pemerintah dan sadar posisinya yang lemah dihadapan Negara. Bayangkan betapa sulitnya dalam sebuah proses perencanaan, usulan warga bisa masuk apabila tidak sesuai dengan dokumen RPJMDes atau Renstra SKPD yang notabene tidak pernah diketahui warga.

Terdapat kenyataan berbeda di dalam Forum SKPD dimana aktivis forum warga dilibatkan dalam perencanaan dan diminta memberikan usulan. Misalnya dari 20 usulan program untuk Dinas Pendidikan dari warga, 17 usulan diantaranya diakomodir. Usulan Program SRI (system rice of intensification) sector pertanian sejumlah 300 juta untuk 10 kelompok tani, student career centre, pengembangan media pelajar, dan lain-lain. Negosiasi macam ini dimungkinkan karena factor negosiasi kawan-kawan/warga dan good will SKPD bersangkutan. Jadi bukan factor transformasi dalam tata pemerintahan.

Banalitas pemerintah terhadap tuntutan perubahan menjadikan Musrenbang, Forum SKPD dll benar-benar sebagai arena pertarungan politik bagi warga. Kemampuan mengemukakan pendapat, berargumentasi secara rasional dan teknik negosiasi sangat menentukan dalam berunding dengan pemerintah. Disinilah posisi NGO dalam partisipasi di jalur formal sangat diperlukan. Bukan saja sebagai pendamping, melainkan juga sebagai negosiator.

· Arena Non Formal

Inilah arena sesungguhnya dari politik sipil dengan budaya dan bentuk yang beragam. Dinamika dan problematika dalam kelompok masyarakat nelayan, petani dan kelompok perempuan yang bergulat dengan PC Lakpesdam menggambarkan keberagamam tersebut. Dan disitulah keunikan sekaligus tantangan dalam arena partisipasi non formal. Beberapa kegiatan yang telah tempuh untuk membangun partisipasi non formal antara lain;

1) Lokakarya P4D ((Perencanaan Partisipatoris Penyusunan Program Desa).

Lokakarya ini merupakan exercise pertama kali bagi FW dalam perencanaan dan penganggaran.[1] Di Jepara P4D mengambil lokasi di 4 kecamatan ( Pecangaan, Kedung, Batealit, Keling) dan 14 desa. Pemilihan lokasi ini memiliki pertimbangan antara lain, kecamatan Pecangaan memiliki potret home industri serta aktivitas pertanian yang sangat dinamis. Kecamatan Kedung merupakan kecamatan yang memiliki tensi konflik cukup tinggi, apalagi pasca konflik partai berdarah PPP vs PKB di Desa Dongos tahun 1999 disamping memiliki potensi kelautan dan desa Pesisir. Kecamatan Keling adalah daerah paling selatan Jepara yang mayoritas penduduknya bertani, beternak dan sebagian nelayan. Kecamatan ini memiliki sumberdaya alam yang potensial seperti pasir besi dan feldspar. Terakhir adalah kecamatan Batealit, daerah ini memiliki kesamaan dengan Kedung, memiliki tingkat ’ketertutupan’ birokrasi dan tensi konflik partai politik yang tinggi. Penduduknya mayoritas bertani, beternak dan buruh mebel.

Pada awal P4D atau gagasan partisipasi dikenalkan didesa-desa, berbagai respons bermunculan dari warga. Di beberapa daerah ’miskin’ respon warga terhadap P4D terkesan pragmatis. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan kepada fasilitator, ”Bawa dana berapa kesini? ”. Atau respon warga yang berada didaerah industri, ” Selama ini kita sudah banyak berpartisipasi dengan cara menyumbang dana pembuatan jalan, pembangunan mushola, jadi berpartisipasi apa lagi?”. Pengalaman masuk didesa konflik, fasilitator dari Lakpesdam NU harus ekstra hati-hati menyembunyikan identitas NU, akibat perspektif sepihak mereka bahwa NU sama dengan PKB. Sehingga seringkali terdengar lontaran, ”Ora perlu NU-NU an” (tidak perlu NU-NU an). Dari pergulatan mendiseminasi gagasan partisipasi d tersebut, lahirlah Forum Warga. Demikian adalah kisah awal masuknya forum warga di Jepara. Untuk itu, Forum Warga Jepara memiliki salah satu mandat tak kalah penting yaitu menurunkan tensi konflik politik disamping sebagai arena pendidikan politik, regrouping dan mengasah kepekaan atas persoalan kewargaan dan kepemerintahan.


2) Dialog Publik

Dialog publik adalah forum yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Forum Warga untuk menjadi ruang komunikasi dan dialog mendengarkan paparan mengenai berbagai isu yang menyangkut kepentingan warga. Seringkali dialog public tersebut melibatkan stakeholder terkait dengan isu yang sedang diperbincangkan warga. Berbagai dialog public yang pernah diselenggarakan di Jepara antara lain :

  1. Dialog Publik tingkat kabupaten[2] (Mei 2003)
  2. Dialog publik desa tentang Irigasi didesa Bantrung (Desember 2004)
  3. Dialog publik desa sumosari tentang Miras (Maret 2002)
  4. Dialog Publik tentang Pelayanan Publik di desa Raguklampitan (Januari 2004)
  5. Dialog Publik tentang Revitalisasi Irigasi di Kecamatan Pecangaan
  6. Dialog Publik Pelayanan Kesehatan di desa Pancur
  7. Dan lain sebagainya.


3) Advokasi Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran

Agenda advokasi kebijakan Perencanaan dan Penganggaran di Kabupaten Jepara dilakukan melalui beberapa kegiatan di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten. Advokasi ini dilakukan dalam berbagai persoalan yang membutuhkan respons dan ‘penanganan khusus’. Strategi yang digunakan adalah dengan menyuarakan dan mendesakkan aspirasi (usulan) dan secara massif dan kontinyu, kepada pihak-pihak terkait (pengambil keputusan), dan jika diperlukan dapat menggandeng aliansi strategis dan taktis. Beberapa advokasi yang pernah dilakukan diantaranya:

Advokasi Dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) 2005 di Kecamatan Kedung,

  1. Advokasi Revitalisasi Irigasi di Kecamatan Pecangaan
  2. Advokasi Keadilan anggaran untuk perajin tenun Troso, Pengusaha besar vs perajin kecil
  3. Advokasi Bondo Deso ( di 6 desa)
  4. Advokasi Penyusunan Perda Partisipasi (2003-2004)
  5. Dan lain-lain


4) Musyawarah Besar Warga Jepara

Pada tahun 2005 awal Forum Warga bersama dengan LAKPESDAM menggagas forum Deliberatif di tingkat kabupaten yang dinamakan Musyawarah Besar Rakyat Jepara sebagai salah satu bentuk eksperimentasi deepening democracy dan wacana tanding bagi mekanisme demokrasi yang dibakukan secara formal (Musrenbang). Melalui proses pengorganisasian warga dan pergumulan yang cukup panjang bersama aktor sosial di Jepara dicapai akumulasi gagasan dan kesamaan pandang untuk menyelenggarakan dan memaknai Mubes sebagai wahana mempertemukan aspirasi warga yang selama ini tidak tersentuh dalam perencanaan formal.

Musyawarah Besar (Mubes) Warga Jepara berlangsung secara partisipatif dengan menggunakan ToP (Tools of Participation). Sekian banyak problem publik dibahas bersama dalam 7 komisi yakni Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan, Ekonomi -Pertanian, Industri-Buruh, Kelautan-, Hukum. Penjaringan gagasan dan perumusan rekomendasi kebijakannya dilakukan melalui diskusi–diskusi kelompok kecil yang hasil akhirnya disepakati melalui pleno musyawarah. Dari sini lahir 129 butir rekomendasi kepada pemerintah berupa usulan kebijakan dan anggaran, dan sampai hari ini 20% rekomendasi telah terealisasi. Seperti, Adanya bantuan peralatan bagi nelayan, mesin, jaring, dan Pemerintah menyediakan modal dengan bunga rendah untuk UKM (Saat ini pemda menyediakan pinjaman modal tanpa bunga kepada UKM, meskipun jumlahnya relatif kecil -150 juta-), menfasilitasi pemasaran produk warga didalam maupun luar negeri.

5) Rembug Warga Jepara[3]

Bulan Januari 2008 lalu, Forum Warga bersama Lakpesdam menyelenggarakan Rembug Warga Jepara. Rembug ini menjadi ajang mempertemukan pikiran-pikiran warga tentang berbagai hal yang menyangkut pengetahuan mereka tentang kebijakan, tata kelola pemerintahan dan persoalan anggaran. Selain itu, rembug warga menjadi arena mendiskusikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengorganisasian dan aturan main organisasi warga yang selama ini digeluti masing-masing individu warga. Hal ini bukan merupakan pekerjaan yang baru sama sekali, namun lebih pada upaya mendokumentasi perjalanan Forum warga dan menggali pengetahuan warga tentang organisasi warga yang diharapkan dan disepakati dengan berbekal pengalaman aktivitas kewargaan sejak tahun 2001-2008. Kegiatan ini diikuti oleh 150 peserta perwakilan Forum Warga dan menghasilkan aturan main internal Forum Warga dan hasil analisa kebijakan dan RAPBD 2008.

Capaian Partisipasi warga di arena non formal

Beberapa capaian partisipasi di arena non formal antara lain;

  1. Dana masa paceklik untuk nelayan sebanyak 200 juta
  2. Bantuan penguatan modal untuk koperasi dan UKM sebesar 150 juta,[4]
  3. Program SRI (system rice intentification) sector pertanian sebesar 300 juta
  4. subsidi pengurangan bunga sebanyak 6 % untuk dana pinjaman bergulir PEMP sebesar 30 juta;
  5. Akses produksi dan pemasaran tenun troso sebanyak 12 ribu meter;
  6. Revitalisasi system irigasi di desa Karangrandu dan sekitarnya kecamatan pecangaan; dan lain-lain.

Capain tersebut diraih dengan beragam skala dan bentuk partisipasi seperti presure media massa, negosiasi, lobby, pengorganisasian kelompok basis (community based organizing), diskusi publik, advokasi kasus, dan sebagainya sesuai dengan kesepakatan dalam forum warga.

Dari pengalaman empirik proses pergerakan forum warga dapat direfleksikan beberapa hal: pertama, partisipasi sebagai bentuk keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan publik, bukanlah hal yang serta merta dapat terjadi melainkan butuh prasyarat antara lain; kesadaran warga, akses informasi, wahana atau ruang yang memungkinkan. Kedua, proses pengorganisasian dan pendampingan yang intens, penguatan kapasitas warga untuk memasuki arena partisipasi publik adalah sesuatu yang mungkin dan niscaya dilakukan dalam proses penyadaran dan pendidikan politik warga. Ketiga, ukuran efektivitas (keberhasilan) partisipasi warga, ternyata tidak cukup hanya diukur dengan penguatan kapasitas di tingkat masyarakat warga (civil society) dengan segala indikator dan cerita suksesnya, melainkan juga dituntut sampai pada seberapa jauh –kebijakan publik atau public policy yang diadvokasi- mencapai sasarannya (ultimate meaning). Keempat, Faktor good political wiil pemerintah masih menempati porsi terbesar dalam keberhasilan advokasi warga. Hal ini senyatanya memberikan ilustrasi bahwa relasi Negara-warga masih belum seimbang. Dengan pengetahuan dan kesadaran untuk menyuarakan kepentingannya sendiri, maka relasi Negara-warga dapat terjaga keseimbangannya.[5]


Epilog
Cerita dari Jepara ini menandai bahwa hegemoni bahkan dominasi pemerintah dalam semua level partisipasi masih sulit ditawar dengan kekuatan warga meskipun senantiasa disadari bahwa partisipasi --dan anggaran-- adalah hak warga dan harus terus direbut! Menyadur Tan Malaka, dengan pemaknaan yang lain, keberhasilan-keberhasilan kecil yang diraih warga dalam arena partisipasi formal dan non formal merupakan bagian dari gerilya politik ekonomi (gerpolek) di masa otonomi daerah. Dengan keberhasilan kecil yang sudah terpapar diatas menandai bahwa kegigihan dan kekuatan warga menjadi penopang utama dalam setiap perubahan social.



[1] Program ini merupakan inisiasi PP Lakpesdam bekerjasama dengan PC Lakpesdam NU Jepara sejak tahun 2001 sampai 2005

[2] Dialog publik Kabupaten membahas persoalan-persoalan yang ‘tidak’ bisa diselesaikan pada tingkat desa dan kecamatan dan menjadi kewenangan pemerintah kabupaten

[3] Rembug warga diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan penguatan kelembagaan forum warga yang kedepan diharapkadiselenggarn dapat mengawal pelembagaan partisipasi di Jepara. Rembug warga dilaksanakan atas kerrjasama PC Lakpesdam Jepara- Forum Warga- PP Lakpesdam dan LGSP.

[4] Item ini merupakan hasil rekomendasi Rembug Warga yang diselenggarakan bersama LGSP-Lakpesdam dan Forum Warga Jepara pada 18 Januari 2008.

[5] Dimodifikasi oleh Mayadina dari Hasil Studi kasus Pengembangan Model Partisipasi Warga Dalam Tata Pemerintahan dan Demokrasi Lokal, PP Lakpesdam-LGSP, tahun 2007.

 
FaceBlog © Copyright 2009 Knowledge and Writing For All | Blogger XML Coded And Designed by Abd Gafur