Kamis
Orang yang memiliki kepekaan batin dan ketajamani pikir untuk membaca dan memaknai kehidupan hidupan, kemudian menjadikan setiap peristiwa sebagai pijakan berpikir dan referensi dalam membangun kerangka konsep. Inilah ciri seorang intelektual..
Hubungan antara kehidupan dengan seorang intelektual adalah seperti hubungan akar dengan air. Kehidupan adalah air yang mengalir. Membasahi setiap benda yang disentuhnya. Sopotong akar tidak akan membiarkan air berlalu begitu saja ketika menyentuh dan membasahinya. Akar menyerap setiap tetes air yang menyentuhnya, memasukkan ke dalam setiap pori-pori untuk selanjutnya diolah menjadi sumber kehidupan bagi pepohonan. Seorang intelektual tidak akan membiarkan peristiwa kehidupan berlalu begitu saja. Dia akan mengamati, membaca dan mencari makna dari setiap penggal peristiwa yang terjadi untuk selanjutnya direnungkan dalam diri, kemudian direfleksikan dalam berbagai buah pikiran yang bermakna.
Sebaliknva, kebanyakan manusia menganggap sebuah peristiwa sebagai keharusan suatu proses kehidupan, sesuatu yang biasa, yang harus terjadi dan diterima. Setelah itu hilang begitu saja tanpa ada sesuatu yang berarti. Kejadian-kejadian dalam hidup dibiarkan berlalu begitu saja. Hanya peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan diri saja yang menimbulkan bekas dan menjadi concern dalam momen tertentu. Tetapi hal tersebut akan cepat hilang begitu saja ketika muncul persoalan yang lain. Demikian seterusnya. Tumpukan-tumpukan penistiwa kehidupan tersebut dibiarkan berlalu dan hilang dimakan waktu. Inilah masyarakat awam.
Hubungan antara nalar awam dengan kehidupan seperti batu dan air. Setiap saat air akan mengalir menyentuh dan membasahi batu. Tapi batu tidak pernah menerap air, hanya permukaan batu saja yang basah ketika air menyentuhnya. Ketika air berlahi, batu tersebut akan kering dan hilanglah air yang menempeL Demikian juga kehidupan, setiap saat akan datang menghampiri mereka, namun kehidupan tersebut akan segera hilang dan berlalu tanpa meninggalkan bekas apa pun. Hal ini menunjukkan bahwa derajat intelektualitas seseorang bisa dilihat dan kepekaan, ketajaman dan ketelitian dalam melihat dan membaca peristiwa kehidupan. Hal-hal inilah yang membedakan antara seorang intelektual dan seorang awam. (Al-Zastrouw Ng ”Membangun Wacana Intelektual 2004).
Muhammad Zaenuddin
Peristiwa yang terjadi dalam kehiupan adalah ayat-ayat Tuhan yang hidup, sering disebut dengan ayat-ayat kauniyah, sementara ayat-ayat Tuhan berupa teks tertulis disebut dengan ayat qauliyah.
Kata intelektual berasal dan bahasa Inggris “intellectual”, yang menurut Idiomatic and Syntactic English Dictionary — berarti
”having or showing goodmental power and understanding” (memiliki atau menunjukkan kekuatan-kekuatanmental dan pemahaman yang baik). Sedangkan kata “intellect” diartikan sebagai “the power of the mind by which we know, reason, and think,” (kekuatan pikiran yang dengannya kita mengetahui, menalar dan berpikir), di samping juga berarti sebagai seseorang yang memiliki potensi tersebut secara aktual. Kata tersebut telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang secara umum diartikan sebagai “pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap masalah-masalah tertentu.” (M.Quraish Shihab: 1999).Kajian ilmiah terdapat emapatmacam tradisis kritis yakni Kritisme-Transedental Kant, Kritime-Dialektis Hengel, Kritisisme-Ideologis Marx, dan KritisismePsikoanalisis Freud. Kecenderungan Intelektual adala bertanya atau membentuk pertanyaan-pertanyaan padahal yang terbaik terletak pada jawaban.
Hubungan antara kehidupan dengan seorang intelektual adalah seperti hubungan akar dengan air. Kehidupan adalah air yang mengalir. Membasahi setiap benda yang disentuhnya. Sopotong akar tidak akan membiarkan air berlalu begitu saja ketika menyentuh dan membasahinya. Akar menyerap setiap tetes air yang menyentuhnya, memasukkan ke dalam setiap pori-pori untuk selanjutnya diolah menjadi sumber kehidupan bagi pepohonan. Seorang intelektual tidak akan membiarkan peristiwa kehidupan berlalu begitu saja. Dia akan mengamati, membaca dan mencari makna dari setiap penggal peristiwa yang terjadi untuk selanjutnya direnungkan dalam diri, kemudian direfleksikan dalam berbagai buah pikiran yang bermakna.
Sebaliknva, kebanyakan manusia menganggap sebuah peristiwa sebagai keharusan suatu proses kehidupan, sesuatu yang biasa, yang harus terjadi dan diterima. Setelah itu hilang begitu saja tanpa ada sesuatu yang berarti. Kejadian-kejadian dalam hidup dibiarkan berlalu begitu saja. Hanya peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan diri saja yang menimbulkan bekas dan menjadi concern dalam momen tertentu. Tetapi hal tersebut akan cepat hilang begitu saja ketika muncul persoalan yang lain. Demikian seterusnya. Tumpukan-tumpukan penistiwa kehidupan tersebut dibiarkan berlalu dan hilang dimakan waktu. Inilah masyarakat awam.
Hubungan antara nalar awam dengan kehidupan seperti batu dan air. Setiap saat air akan mengalir menyentuh dan membasahi batu. Tapi batu tidak pernah menerap air, hanya permukaan batu saja yang basah ketika air menyentuhnya. Ketika air berlahi, batu tersebut akan kering dan hilanglah air yang menempeL Demikian juga kehidupan, setiap saat akan datang menghampiri mereka, namun kehidupan tersebut akan segera hilang dan berlalu tanpa meninggalkan bekas apa pun. Hal ini menunjukkan bahwa derajat intelektualitas seseorang bisa dilihat dan kepekaan, ketajaman dan ketelitian dalam melihat dan membaca peristiwa kehidupan. Hal-hal inilah yang membedakan antara seorang intelektual dan seorang awam. (Al-Zastrouw Ng ”Membangun Wacana Intelektual 2004).
Muhammad Zaenuddin
Peristiwa yang terjadi dalam kehiupan adalah ayat-ayat Tuhan yang hidup, sering disebut dengan ayat-ayat kauniyah, sementara ayat-ayat Tuhan berupa teks tertulis disebut dengan ayat qauliyah.
Kata intelektual berasal dan bahasa Inggris “intellectual”, yang menurut Idiomatic and Syntactic English Dictionary — berarti
”having or showing goodmental power and understanding” (memiliki atau menunjukkan kekuatan-kekuatanmental dan pemahaman yang baik). Sedangkan kata “intellect” diartikan sebagai “the power of the mind by which we know, reason, and think,” (kekuatan pikiran yang dengannya kita mengetahui, menalar dan berpikir), di samping juga berarti sebagai seseorang yang memiliki potensi tersebut secara aktual. Kata tersebut telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang secara umum diartikan sebagai “pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap masalah-masalah tertentu.” (M.Quraish Shihab: 1999).Kajian ilmiah terdapat emapatmacam tradisis kritis yakni Kritisme-Transedental Kant, Kritime-Dialektis Hengel, Kritisisme-Ideologis Marx, dan KritisismePsikoanalisis Freud. Kecenderungan Intelektual adala bertanya atau membentuk pertanyaan-pertanyaan padahal yang terbaik terletak pada jawaban.
0 Comments:
Post a Comment