DEMOKRASI SUBSTANSI

Sabtu



Substansi-substansi demokrasi dalam konteks pembicaraan kita tentang pembicaraan demokrasi subtantif, kalau saya telusuri semua teks book, baik teks book filosofi demokrasi atau teori-teori demokrasi, sesungguhnya ada tiga kata kunci yang selalu diperdebatkan, kata kunci yang pertama adalah leadership, kebebasan, kebebasan itu kemudian didorong menjadi hak-hak, menjadi kewajiban-kewajiban itu kata kunci pertama yang diperdebatkan dalam dua ranah teori dan filosofi. Kata kunci kedua adalah equality, kesetaraan jadi sejauh mana demokrasi itu membela, menghormati, menghidupkan prinsip-prinsip kesetaraan dan saya di negeri kita Indonesia yang paling problematik adalah itu. Kata kunci ketiga adalah lisensi bagaimana suatu tatanan, suatu prosedur diselenggarakan menurut hati rakyat tetapi bisa memelihara leadership, equality, bisa menghidupkan kebebasan dan bisa merawat kesetaraan.

Apakah kita sepakat ketiga subtansi itu memang disitu, memang menyangkut kebebasan, menyangkut kesetaraan, dan juga menyangkut penyelenggaraan ataukah pengalaman-pengalaman Indonesia memberitahu kita ada subtansi lain atau kedua seperti apa itu kita belum tahu. Kemarin saya membaca teori-teori demokrasi untuk kegiatan kita ini dan saya menyodorkan tiga perspektif yang dua pemikir kanan dan satu pemikir kiri. Dan kita lihat pandangan-pandangannya tentang demokrasi.

Pemikir pertama adalah john locke, dia melihat demokrasi itu harus dipandu oleh dua trity, dua bangunan moral, bangunan moral pertama ialah demokrasi harus memperlakukan hak-hak setara untuk setiap orang. Jadi setiap orang mendapatkan hak-haknya dan diselenggarakan secara setara itu subtansi dari demokrasi. Alasan filosofi john lock adalah manusia itu selalu punya kemampuan untuk rasional untuk menjatuhkan pemilihan. Jadi pilihan-pilihan politik dia, selalu ada rasa rasionalitas, jadi John locke percaya pada rakyat, mereka percaya pada individu, itu trity pertama.

Trity kedua adalah prisip-prinsip mayoritas yang sedang berkuasa. Dan saya kira kita tahu John locke ini adalah penganut liberalisme, jadi dia adalah seorang pemikir, seorang filsuf yang berkonsentrasi pada demokrasi liberalis. John locke bilang ada dua prinsip yang membahayakan dalam demokrasi. Pertama yang membahayakan adalah pemerintahan yang tyramid, prinsip yang kedua adalah demokrasi juga tidak bisa sepenuhnya diserahakan kepada opini publik. Opini publik adalah berbahaya bagi demokrasi, itu menurut John locke. Tapi kita kan tidak, di Indonesia kita serahkan semua kepada opini publik, demokrasi yang kita bangun diserahkan kepada perdebatan-perdebatan di radio, di televisi atau para pakar dan sebagainya. Justru pemikir ini menilai justru itulah bahayanya. Dan kalau anda ingin berhasil anda menggunakan opini publik.

Kenapa John locke bilang begitu karena dia bilang pemerintahan yang tiramid adalah pemerintahan yang opini publik yang buat itu mengancam kebebebasan karena kebebasan itu ada pada self, ada pada kedirian orang bukan pada masyarakat bukan pada society, oleh karena itu peghormatan kepada liberal kebebasan harus dimulai dari orang, bukan dimulai dari society. Itu pendapat John locke.

Pemikir kedua adalah Resyu salah satau pemikir kanan, demokrasi liberal dia bilang adalah demokrasi yang salah, demokrasi pluralis, demokrasi yang kalah. Ayo kita hidupkan Robert mirsyu dan Robert mella, demokrasi komunitariat. Dia bilang ada empat prinsip demokrasi subtansial komunitariat, demokrasi yang pertama adalah demokrasi yang harus memuliakan individu, jangan menindas individu, karena menindas individu sama artinya menindas demokrasi menurut azas-azas komunitariat. Yang kedua demokrasi komunitariat untuk memerlukan rasa solidaritas. Dan solidaritas itu dibangun berdasar atas hasil-hasil relasi-relasi individu yang sehat. Jadi individu yang dihormati, individu yang disakralkan, pasti bisa membangun hunbungan-hungan sosial sesamanya dan membangun solidaritas. Prinsip ketiga dari demokrasi komunitarian adalah asosiasi yang menghubungkan komplementer, dia perlu organisasi-organisasi pelengkap, apa itu?? Yaitu sebuah usaha sebuah komitmen sebuah usaha merawat kelompok-kelompok sosial, misalnya kelompok-kelompok sosial, kelompok agama, kelompok usaha, kelompok kepentingan, dan sebagainya, itu yang dimaksud dengan Rosyu, juga oleh Reter della juga sebagai asosiasi komplementer dalam, dan kalau itu tidak ada maka itu tanda-tanda kalau tidak ada demokrasi. Prinsip yang keempat adalah apa yang disebut dengan partisipasi tetapi menurut rassio partisipasi adalah hak dan kewajiban. Kalau selama ini kita kelola partisipasi itu sebagai hak. Setahu saya kita memposisikannya sebagai hak. Jadi pendidikan kewarganegaraan kita itu bisanya ada hal didalamnya sedikit filosofi. Itu dua pemikir kanan.

Saya lagi ambil satu pemikir kiri adalah Alex says, dia mengatakan demokrasi itu tugasnya memberi otot pada zaman, jadi tugasnya itu memberikan otot. Dan zaman itu menjadi loyo, lemah, kerempeng, kerdil kalau tidak ada demokrasi tapi dia bilang ada resikonya. Demokrasi itu sering ikut secara keterlaluan menyingkirkan dasar-dasar moralitas monarki. Jadi para raja-raja dulu kehilangan moralitas dan dibanting oleh demokrasi modern. Yang kedua pernyataan Alex say, demokrasi modern itu melemahkan agama-agama mau tidak mau itu akan memperlemah agama-agama. Dan yang ketiga demokrasi menurut Alex say demokrasi modern melemahkan atau menghancurkan tradisi-tradisi. Itu fakta-fakta yang dilihat oleh Alex Stewart Assayers. Oleh karena itu Alex say membangun satu konteks tentang demokrasi dia bilang begini. Demokrasi sebenarnya terletak pada konsept kesetaraan, jadi dia mengandalakan equity kesetaraan, dimana rakyat dapat mempertahankan klaim mereka dalam hirarki-hirarki budaya mereka.

Jadi betul ada demokrasi kita setara dan hanya sampai setara kita punya hak semua hirarki yang ada pada semua komunitas anda semua hirarki yang ada pada kebudayaan saya. Bukan sebaliknya bukan saling menghancurkan. Kalau kita merefleksikan Indonesia, kita bisa lihat pemekaraan daerah itu bukan untuk menguatkan, tetapi datang untuk menghancurkan. Jadi dia tidak memelihara hirarki-hirarki kebudayaan yang ada dari bawah tetapi justru menghancurkannya. Saya ambil contoh di toraja, kalau kita ambil di toraja, kalau kita semua lihat semua tokoh-tokoh mitosnya, hampir sema tokoh mitosnya dibagian utara itu adalah laki-laki dan disebelah selatan hampir semua tokoh-tokoh mitosnya adalah perempuan. Tokoh laki-laki dan perempuan dalam mitos-mitos itu berhubungan secara komplementer, tapi datanglah para politisi yang membikin pemekaran itu akhirnya terjadi perobekan kebudayaan, budaya menjadi robek. Karena dia robek maka hirarki-hirarkinya menjadi hancur. Itu yang dikritik habis oleh Alex say dalam penyelenggaraannya oleh demokrasi modern.

Yang terakhir, ibu bapak saya setuju dengan pendapat Paulo frerere, bahwa demokrasi bisa dibangun berdasarkan sintesa-sintesa kebudayaan, apa yang dimaksud dengan sintesa kebudayaan menurut Paulo frerere ialah mencari pengetahuan lewat budayanya sendiri. Bukan membiarkan kebudayaan lain masuk, karena itu dikatakan infasi kebudayaan. Saya ambil contoh, terma-terma good governance, terma-terma transparansi, serta pengalaman-pengalaman itu tidak apa-apa kalau kita belajar. Dan nantinya juga kita akan lupa kalau ada kata-kata yang seperti itu, ada hirarki-hirarki, ada semangat-semangat seperti itu. Pada akhirnya kita membiarkan terinfasi suatu kebudayaan lalu kita lupa kalau kita melakukan sintesa-sintesa kebudayaan

 
FaceBlog © Copyright 2009 Knowledge and Writing For All | Blogger XML Coded And Designed by Abd Gafur